
Beberapa waktu lalu saya membaca postingan menarik dari Shella Theresya Pandiangan (Learn AI Together) tentang โThe Real Challenge in Data Work: The Last Mile Problem.โ Dan saya tidak bisa lebih setuju lagi, terutama setelah kunjungan saya ke salah satu perusahaan tambang baru-baru ini. Mereka sudah punya sistem digital (FMS kenamaan) yang cukup lengkap: ๐ก Sensor di alat berat, ๐ Dashboard performa, ๐ Laporan harian real-time dari Fleet Management System (FMS). Namun ketika kami berdiskusi lebih dalam, muncul pertanyaan sederhana tapi krusial: โApakah semua data itu benar-benar berubah menjadi action di lapangan?โ Ternyata, jawabannya tidak selalu. Sebagian besar tambang sudah sangat baik di bagian awal data journey: โ Data dikumpulkan dengan rapi, โ Dashboard sudah menarik, Namunโฆ insight yang muncul sering berhenti di meja analisis โ tidak sempat menginspirasi tindakan. Inilah yang disebut โThe Last Mile Problem.โ Tahapan terakhir yang menentukan apakah data benar-benar menciptakan impact.
๐ Dalam konteks Fleet Management System, โLast Mileโ sering kali gagal terjadi karena: โ Insight tidak tersampaikan dengan jelas ke level operasional, โ Pengambil keputusan tidak memiliki waktu atau alat bantu untuk menindaklanjuti, โ Tidak ada mekanisme closed loop antara analisis dan aksi di lapangan.
Padahal di sinilah value creation sebenarnya terjadi, saat data berubah menjadi keputusan, dan keputusan berubah menjadi efisiensi nyata. ๐ฌ Karena pada akhirnya, Data tanpa aksi hanyalah angka. Aksi tanpa data hanyalah intuisi. Tapi data yang berubah menjadi aksi, itulah efisiensi sejati.
๐Itulah sebabnya di Eterno Global Technologies, kami terus mendorong agar FMS bukan hanya sekadar sistem pemantau, tetapi juga menjadi decision-making engine yang mampu menutup โLast Mileโ, mengubah insight menjadi tindakan nyata di lapangan.
