Bloomberg Technoz, Jakarta - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengatakan badan usaha milik organisasi kemasyarakatan (ormas) keagamaan berpeluang mengelola Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) mineral melalui mekanisme lelang secara terbuka.
Namun, Staf Ahli Bidang Ekonomi Sumber Daya Alam Kementerian ESDM Lana Saria mengatakan badan usaha keagamaan tidak mendapatkan prioritas dalam penawaran WIUP tersebut.
Hal ini tentu berbeda dengan penawaran dalam pengelolaan WIUP Khusus yang merupakan eks Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B), di mana badan usaha ormas keagamaan mendapatkan prioritas.
“Bisa saja, tetapi bukan prioritas. Bisa ikut di dalam lelang yang dilakukan terbuka pada eks IUP yang dicabut karena suatu hal, direkomendasikan wilayah izinnya oleh gubernur,” ujar Lana dalam agenda Diskusi Fraksi PAN DPR RI secara virtual, Rabu (26/6/2024).
Lana kembali menggarisbawahi yang mendapatkan kewenangan pengelolaan WIUP tersebut adalah badan usaha dari ormas keagamaan.
Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan alasan WIUPK yang diberikan kepada ormas keagamaan merupakan eks PKP2B karena cadangan batu bara Indonesia yang besar. "Cadangan kita ada di atas 100 miliar [ton]."
Berdasarkan data Badan Geologi pada 2021, sumber daya dan cadangan batu bara di Indonesia yang mencapai 110 miliar ton dan 36 miliar ton.
Adapun, Kalimantan berkontribusi sebesar 66,97% dengan sumber daya dan cadangan batu bara masing-masing sebesar 73,72 miliar ton dan 23,76 miliar ton.
Sementara itu, Sumatra berkontribusi 33% dengan sumber daya dan cadangan batu bara masing-masing sebesar 36,33 miliar ton dan 12,39 miliar ton.
Adapun kewenangan pengelolaan WIUPK termaktub dalam Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 96 tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
“Dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat, WIUPK dapat dilakukan penawaran secara prioritas kepada badan usaha yang dimiliki oleh organisasi kemasyarakatan keagamaan (ormas),” sebagaimana dikutip melalui Pasal 83A ayat 1 beleid tersebut, Jumat (31/5/2024).